Macam-macam Wakaf
DISAMPAIKAN OLEH Karimah Zahro,S.Pd.I
MATA PELAJARAN FIQIH
Bila ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menjadi dua (2) macam :
1.
Wakaf Ahli
Yaitu wakaf yang
ditujukan kepada orang-orang tertentu,
seorang atau lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut wakaf Dzurri.
Apabila ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Wakaf jenis ini (wakaf ahli/dzurri) kadang-kadang juga disebut wakaf 'alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga (famili), lingkungan kerabat sendiri. Wakaf untuk keluarga ini secara hukum Islam dibenarkan berdasarkan Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum kerabatnya. Di ujung Hadits tersebut dinyatakan sebagai berikut:قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلّْتَ فِيْهَا, وَاِنِى اَرَى اَنْ تَجْعَلَّهَا فِى اْلاَقْرَبِيْنَ, فَقَسَهمَهَا اَبُهوْ طَلّْحَهةْ
فِى اَقَارِبِهِ وَبَنِى عَمِه
Artinya: :
Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu memberikannya kepada keluarga terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para keluarga dan anak-anak pamannya.
Dalam satu
segi, wakaf ahli (dzurri) ini baik sekali, karena
si wakif akan mendapat dua kebaikan, yaitu kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga kebaikan dari
silaturrahmi terhadap keluarga yang diberikan harta wakaf. Akan tetapi, pada sisi lain wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, seperti : bagaimana kalau anak cucu yang ditunjuk sudah tidak ada lagi (punah)? Siapa yang berhak mengambil manfaat benda (harta wakaf) itu? Atau sebaliknya, bagaimana jika anak cucu si wakif yang menjadi tujuan wakaf itu berkembang sedemikian rupa, sehingga menyulitkan bagaimana cara meratakan pembagian hasil harta wakaf? Untuk mengantisipasi punahnya anak cucu (keluarga penerima harta wakaf) agar harta wakaf kelak tetap bisa dimanfaatkan dengan baik dan berstatus hukum yang jelas, maka sebaiknya dalam ikrar wakaf ahli ini disebutkan bahwa wakaf ini untuk anak, cucu, kemudian kepada fakir miskin.
silaturrahmi terhadap keluarga yang diberikan harta wakaf. Akan tetapi, pada sisi lain wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, seperti : bagaimana kalau anak cucu yang ditunjuk sudah tidak ada lagi (punah)? Siapa yang berhak mengambil manfaat benda (harta wakaf) itu? Atau sebaliknya, bagaimana jika anak cucu si wakif yang menjadi tujuan wakaf itu berkembang sedemikian rupa, sehingga menyulitkan bagaimana cara meratakan pembagian hasil harta wakaf? Untuk mengantisipasi punahnya anak cucu (keluarga penerima harta wakaf) agar harta wakaf kelak tetap bisa dimanfaatkan dengan baik dan berstatus hukum yang jelas, maka sebaiknya dalam ikrar wakaf ahli ini disebutkan bahwa wakaf ini untuk anak, cucu, kemudian kepada fakir miskin.
Sehingga bila suatu
ketika ahli kerabat (penerima wakaf)
tidak ada lagi (punah), maka wakaf itu bisa langsung diberikan kepada fakir
miskin. Namun, untuk kasus anak cucu yang menerima wakaf
ternyata berkembang sedemikian banyak kemungkinan
akan menemukan kesulitan dalam pembagiannya
secara adil dan merata. Pada perkembangan
selanjutnya, wakaf ahli untuk saat ini dianggap kurang dapat
memberikan manfaat bagi kesejahteraan umum, karena sering
menimbulkan kekaburan dalam pengelolaan
dan pemanfaatan wakaf oleh keluarga yang diserahi harta
wakaf. Di beberapa Negara tertentu, seperti: Mesir,
Turki, Maroko dan Aljazair, wakaf untuk keluarga (ahli) telah
dihapuskan, karena pertimbangan dari berbagai
segi, tanah-tanah wakaf dalam bentuk ini dinilai tidak
produktif.4 Untuk itu, dalam pandangan KH. Ahmad Azhar
Basyir MA, bahwa keberadaan jenis wakaf ahli
ini sudah selayaknya ditinjau kembali untuk dihapuskan.
2. Wakaf Khairi
Yaitu wakaf yang
secara tegas untuk kepentingan agama
(keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya. Jenis wakaf ini seperti yang dijelaskan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW yang menceritakan tentang wakaf Sahabat Umar bin Khattab. Beliau memberikan hasil kebunnya kepada fakir miskin, ibnu sabil, sabilillah, para tamu, dan hamba sahaya yang berusaha menebus dirinya. Wakaf ini ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya. Kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan dan lain-lain.
Dalam tinjauan
penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang ingin mengambil manfaat. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara umum. Dalam jenis wakaf ini juga, si wakif (orang yang mewakafkan harta) dapat mengambil manfaat dari harta yang diwakafkan itu, seperti wakaf masjid maka si wakif boleh saja di sana, atau mewakafkan sumur, maka si wakif boleh mengambil air dari sumur tersebut sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi dan Sahabat Ustman bin Affan.
Secara substansinya,
wakaf inilah yang merupakan salah satu
segi dari cara membelanjakan (memanfaatkan) harta di jalan Allah SWT. Dan tentunya kalau dilihat dari manfaat kegunaannya merupakan salah satu sarana pembangunan, baik di bidang keagamaan, khususnya peribadatan, perekonomian, kebudayaan, kesehatan, keamanan dan sebagainya. Dengan demikian, benda wakaf tersebut benarbenar terasa
manfaatnya untuk kepentingan kemanusiaan (umum), tidak hanya untuk keluarga atau kerabat yang terbatas.
Comments
Post a Comment